Selasa, 28 Oktober 2014

Komara

Tiba-tiba aku teringat sepotong kenangan yang pernah tertoreh di daun-daun pohon kehidupanku. Selembar kenangan tentang kamu yang mungkin berada di tumpukan paling bawah. Tertutup hal-hal indah lain, hal-hal sedih lain, dan lain-lain yang selain selembar kenangan itu.
Namun malam ini kenangan itu terpanggil kembali. Mencuat naik dari tempat persembunyiannya dan berkembang seperti balon udara yang ditiup dan memenuhi sudut-sudut otakku.
Udara desa pagi itu segera saja menyergap hidungku. Tak perduli jarak bertahun antara malam ini dan pagi itu, aku tetap bisa merasakan aroma pagi itu dengan jelas. Sejelas ku ingat lekuk-lekuk bibirmu yang tersenyum saat memandangku.
Aku ingin sekali saja memandangmu lagi. Sambil menikmati buah ajaib yang oh-aku-lupa-namanya itu barangkali. Okey, itu akan sedikit merepotkanmu. Karena kamu harus masuk jauh ke dalam hutan dan memanjat pohon dengan bersusah payah karena katamu semut-semut api disana sangat sadis. Tapi kamu boleh berbangga, karena seplastik buah yang mirip bawang merah itu aku masukan ke dalam list hadiah paling keren nomor satu yang pernah aku terima.
Bagaimana bisa aku melabelinya di nomor dua atau tiga? Kau memberi keajaiban kecil dengan membahayakan nyawamu. Well, aku sedikit berlebihan. Tapi apapun bisa terjadi di dalam hutan kan? Bertemu nenek sihir kesepian misalnya. Lalu sang nenek sihir memberimu gelar kehormatan semacam "Hottest Berondong of the Year" dan menyekapmu di gubug tuanya yang reot bertahun-tahun sampai kamu tak mengenali dirimu sendiri. Ah okey, cukup! Jangan pikirkan imajinasi gilaku itu. 
Pembacaku (oh, semoga saja ada yang berkenan membaca tulisan-tulisanku) pasti bertanya-tanya tentang buah apa yang aku maksud. Buah itu manis, berwarna merah dan berbentuk seperti umbi-umbi bawang merah. Kamu berkata jika aku memakan buah itu lalu minum air putih, maka air bening tersebut akan terasa manis di mulutku. Dan benar saja! Setelah aku memakan buah itu lalu meminum air bening yang ku persiapkan sebelumnya, air bening itu terasa manis di mulutku. Manis sekali. Seperti semua kejutan-kejutan kecil lainnya darimu. Sekali lagi, kamu tersenyum penuh kemenangan melihat wajahku berkerut-kerut heran.
Mengingat semangatmu yang selalu menyala, aku bertanya-tanya apa yang kau lakukan sekarang. Menikah dengan seorang kembang desa disana? Atau bekerja di kantor kelurahan mungkin. Pak Lurah sepertinya cukup tertarik dengan kepandaianmu. Ku lihat kamu berpeluang menjadi ajudannya karena Pak Lurah terlihat selalu sibuk dengan dua istrinya. Beliau pasti butuh seorang ajudan yang cakap membantu (atau menggantikan) pekerjaannya selagi ia asyik-masyuk berpelesir keluar desa untuk menggenapi batas 4 saja.

Atau mungkinkah kamu masih mengingat janjimu kepadaku? Untuk datang ke kota kembang dan menaklukkan dunia dengan ilmu yang menjalari darahmu... Untuk keluar dari desamu dan kembali suatu hari dengan misi utama yang kita diskusikan berjam-jam; mengajak masyarakat di desamu berani bermimpi dan mewujudkannya. Masihkah kau menggenggam mimpimu itu erat-erat wahai pemuda desa?


Ku harap alam berkonspirasi mempertemukan kita sekali lagi. Akan kuceritakan perjalananku menapaki mimpi yang pernah ku bagi kepadamu. Siapkanlah telingamu untuk mendengarkan ocehan-ocehanku karena mungkin akan sedikit panjang dan membosankan. Karena itu bolehlah kamu memanjat pohon kelapa dan memetik beberapa kelapa muda untuk kita seperti masa itu. Aku selalu suka kelapa muda. Apalagi jika seseorang khusus memetiknya langsung untukku. Ya, aku akan menyusahkanmu sekali lagi. :)





Untuk 'muridku' yang paling pantas aku banggakan; Komara

Dunningen, 28 Oktober 2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar