Sabtu, 29 November 2014

Kisah Hujan dan Sebatang Pohon

Hai, namaku Hujan. Aku rasa banyak orang yang menyukaiku, walau tak sedikit juga yang sering memakiku di dalam hati atau terang-terangan. Mereka yang menyukaiku biasanya bersikap manis ketika aku datang. Beberapa menyesap kopi di balik jendela berkusen putih sambil memandangiku penuh khidmat. Yang lainnya berciuman di bawah deraiku seperti di drama-drama korea favorit mereka. Konyol!

Tentu saja aku senang disukai. Walaupun terkadang sebal juga. Bayangkan saja, pemujaku menganggap aku sebagai simbol pengharapan, simbol romantisme picisan, bahkan simbol kesempurnaan Tuhan... tapi mereka menutup sebelah mata dangan wujud aku yang lain. Mereka menyukaiku karena imajinasi yang mereka ciptakan sendiri tentang aku. Padahal jika mereka mau sedikit saja lebih dalam mengenalku, mereka akan menemukan arti aku yang sebenarnya. 

Well, bukan salah mereka juga sebenarnya menyukai atau jatuh cinta dengan alunan rintik yang aku dentingkan. Toh aku juga tak terang-terangan menunjukan siapa aku sebenarnya. Hanya beberapa yang mengerti aku bisa menjadi badai yang memporak-porakan segalanya bahkan diriku sendiri. Atau menjadi salju yang membuat buku-buku jari siapapun yang menyentuhku perih dan memutih. Jadi ketika orang-orang menyukaiku tanpa menyadari ada aku yang lain, aku tak bahagia sama sekali. Sebaliknya, aku sedih dan menyalahkan diriku sendiri. Aku merasa seperti... telah memanipulasi mereka. Karena itulah, terkadang aku membenci pantulan diriku yang aku lihat di genangan air sisa aku menari semalaman.

Suatu hari aku turun di bukit langganan. Jujur saja, tak ada yang menarik dengan bukit itu selain gubuk reot yang dihuni sepasang suami istri yang beranjak renta. Sudah menjadi tugas rutinkulah mengairi ladang mereka. Namun malam di penghujung bulan November itu berbeda. Angin membawaku sedikit ke utara dan mempertemukanku dengan sebatang Pohon Akasia muda. Ia banyak bercerita kepadaku tentang apa saja. Tentang masa lalu, pengalaman-pengalaman lucu, juga mimpinya untuk bebas menjajal dunia tanpa akar yang membatasi geraknya.

Segera saja kami merasa saling menemukan kenyamanan. Dalam waktu yang singkat ia membuatku merasa kami pernah sangat dekat di kehidupan sebelumnya. Pohon Akasia berkali-kali meyakinkanku tentang rasa yang ia genggam. Ia gemerisikkan daun-daunnya hingga berisik dan aku terusik. Bukannya aku tak percaya bahwa dia menyukai kilau bulir-bulir airku yang meresap di akar dan jatuh di daun-daunnya. Hanya saja, entah mengapa aku tak ingin mempercayai diriku sendiri. 

Dengan susah payah tembok penyangkalan itu aku bangun tinggi-tinggi. Namun, entah di pertemuan ke berapa, Pohon Akasia meruntuhkan tembok itu hanya dengan satu jentikan jari. Ia mengajakku menari, bersenang-senang dengan rintikku sendiri. Ia menciptakan senandung kepedihan yang berbaur dengan tabuhan denyut nadi. Bebas! Basah!

Sayangnya kabersamaan kami tak berlangsung lama. Aku harus pergi mengikuti arah angin yang membawaku ke tempat-tempat asing untuk waktu yang cukup lama. Perpisahan itu tak dapat dihindari lagi. Janji-janji terikrar di antara khusyuk harapan akan pertemuan kembali.

Jarak yang membentang membuatku ketakutan. Kembali ku bangun tembok tinggi-tinggi. Daun-daun Pohon Akasia sesekali terbang bersama angin menghampiriku. Menanyakan rasa yang masih tertinggal padaku. Menyatakan rasa setelah kepergianku. Ku katakan padanya bahwa aku bahagia dan baik-baik saja. Tak lagi aku tinggal dalam kenangan bersamanya. Bahwa angin telah menepatkanku di belantara yang sempurna.

Tiba-tiba saja aku menjadi pembohong ulung. Bersandiwara seperti rahib suci yang bijaksana untuk menutupi perih akan perpisahan yang aku rasa. Aku terlalu angkuh untuk mengakui bahwa janji yang aku ikrar pada sang Akasia tetap ku peluk erat. Aku menjaga, menimang dan membiarkan janji itu bertumbuh tanpa Pohon Akasia tahu.

Lagi pula untuk apa ia tahu? Toh janjinya padaku sudah lama berguguran di musim ketiga. Aku tak ingin terlihat bahwa hanya aku yang berharap ada pertemuan kembali di ujung senja. Gengsi? Tidak juga. Aku hanya takut pada akhirnya hanya aku yang terluka. Aku hanya ingin berusaha waras ketika ingatan tentang Pohon Akasia makin menampakkan imaji-imaji gila. Aku hanya ingin mengandalkan keberuntungan, kemana arah angin akan meniupku selanjutnya.

Namun sepertinya tempatku sekarang sudah jelas. Asa dan mimpi tentang Pohon Akasia harus aku luruhkan sampai habis melalui butir-butir airku. Karena pertemuan di ujung itu tidak ada... karena Pohon Akasia sebentar lagi menjadi kayu gelondongan yang mungkin akan menghuni salah satu rumah di kota sebagai  tempat tidur king size atau sofa beledu cokelat muda.

Aku tak tahu harus bersedih, atau malah turut bahagia.




                                                                                                 Dunningen, 29 November 2014

















Selasa, 28 Oktober 2014

Komara

Tiba-tiba aku teringat sepotong kenangan yang pernah tertoreh di daun-daun pohon kehidupanku. Selembar kenangan tentang kamu yang mungkin berada di tumpukan paling bawah. Tertutup hal-hal indah lain, hal-hal sedih lain, dan lain-lain yang selain selembar kenangan itu.
Namun malam ini kenangan itu terpanggil kembali. Mencuat naik dari tempat persembunyiannya dan berkembang seperti balon udara yang ditiup dan memenuhi sudut-sudut otakku.
Udara desa pagi itu segera saja menyergap hidungku. Tak perduli jarak bertahun antara malam ini dan pagi itu, aku tetap bisa merasakan aroma pagi itu dengan jelas. Sejelas ku ingat lekuk-lekuk bibirmu yang tersenyum saat memandangku.
Aku ingin sekali saja memandangmu lagi. Sambil menikmati buah ajaib yang oh-aku-lupa-namanya itu barangkali. Okey, itu akan sedikit merepotkanmu. Karena kamu harus masuk jauh ke dalam hutan dan memanjat pohon dengan bersusah payah karena katamu semut-semut api disana sangat sadis. Tapi kamu boleh berbangga, karena seplastik buah yang mirip bawang merah itu aku masukan ke dalam list hadiah paling keren nomor satu yang pernah aku terima.
Bagaimana bisa aku melabelinya di nomor dua atau tiga? Kau memberi keajaiban kecil dengan membahayakan nyawamu. Well, aku sedikit berlebihan. Tapi apapun bisa terjadi di dalam hutan kan? Bertemu nenek sihir kesepian misalnya. Lalu sang nenek sihir memberimu gelar kehormatan semacam "Hottest Berondong of the Year" dan menyekapmu di gubug tuanya yang reot bertahun-tahun sampai kamu tak mengenali dirimu sendiri. Ah okey, cukup! Jangan pikirkan imajinasi gilaku itu. 
Pembacaku (oh, semoga saja ada yang berkenan membaca tulisan-tulisanku) pasti bertanya-tanya tentang buah apa yang aku maksud. Buah itu manis, berwarna merah dan berbentuk seperti umbi-umbi bawang merah. Kamu berkata jika aku memakan buah itu lalu minum air putih, maka air bening tersebut akan terasa manis di mulutku. Dan benar saja! Setelah aku memakan buah itu lalu meminum air bening yang ku persiapkan sebelumnya, air bening itu terasa manis di mulutku. Manis sekali. Seperti semua kejutan-kejutan kecil lainnya darimu. Sekali lagi, kamu tersenyum penuh kemenangan melihat wajahku berkerut-kerut heran.
Mengingat semangatmu yang selalu menyala, aku bertanya-tanya apa yang kau lakukan sekarang. Menikah dengan seorang kembang desa disana? Atau bekerja di kantor kelurahan mungkin. Pak Lurah sepertinya cukup tertarik dengan kepandaianmu. Ku lihat kamu berpeluang menjadi ajudannya karena Pak Lurah terlihat selalu sibuk dengan dua istrinya. Beliau pasti butuh seorang ajudan yang cakap membantu (atau menggantikan) pekerjaannya selagi ia asyik-masyuk berpelesir keluar desa untuk menggenapi batas 4 saja.

Atau mungkinkah kamu masih mengingat janjimu kepadaku? Untuk datang ke kota kembang dan menaklukkan dunia dengan ilmu yang menjalari darahmu... Untuk keluar dari desamu dan kembali suatu hari dengan misi utama yang kita diskusikan berjam-jam; mengajak masyarakat di desamu berani bermimpi dan mewujudkannya. Masihkah kau menggenggam mimpimu itu erat-erat wahai pemuda desa?


Ku harap alam berkonspirasi mempertemukan kita sekali lagi. Akan kuceritakan perjalananku menapaki mimpi yang pernah ku bagi kepadamu. Siapkanlah telingamu untuk mendengarkan ocehan-ocehanku karena mungkin akan sedikit panjang dan membosankan. Karena itu bolehlah kamu memanjat pohon kelapa dan memetik beberapa kelapa muda untuk kita seperti masa itu. Aku selalu suka kelapa muda. Apalagi jika seseorang khusus memetiknya langsung untukku. Ya, aku akan menyusahkanmu sekali lagi. :)





Untuk 'muridku' yang paling pantas aku banggakan; Komara

Dunningen, 28 Oktober 2014

Minggu, 24 Agustus 2014

Ini (Masih) Tentang Jodoh




Udah gue bilang kan ngomongin jodoh emang gak ada abisnya. Ya, setidaknya buat orang-orang yang belom tau siapa jodohnya kayak gue ini. Seru aja gitu kalo ngomongin jodoh, soalnya bikin penasaran deg-deg serrr gak karuan... #halahh

Seperti yang udah gue ceritain di artikel gue sebelumnya yang berjudul Ini Tentang Jodoh, saat ini gue sedang berusaha nurut sama Allah untuk menjemput jodoh gue dengan cara yang diridhoinya. Gue gak mau lagi pacaran dan memilih ngikutin tata cara Allah dalam menjemput si jodoh (manja banget yee, harus dijemput segala).

Dulu gue mikir gue gak bakal bisa dan gak mau nikah tanpa pacaran, karena kayak beli kucing dalam karung. Nikah kan menetukan pasangan seumur hidup, kalo gue gak kenal perangai, sifat dan kebiasaan suami gue bakal repot nanti. Gimana kalau dia bla bla bla (mikir negatif)....??

Tapi gue mikir kayak gitu sebelum gue 'kenal' sama kebesaran Allah. Sekarang, saat gue yakin banget Allah ga akan mengecewakan hambaNya yang selalu minta bimbingan, prinsip gue berubah:


"When you stop looking for a pince in haram ways and make Allah the king of your heart, Allah will help you complete your fairytale."



Semenjak gue pegang prinsip itu, dari hari ke hari Allah nunjukin kalo Dia sangat menghargai usaha hambaNya yang mau berubah. Allah memperlihatkan ke gue bahwa sekenarioNya itu keren! Sedikit demi sedikit gue makin percaya kalo cara gue menjemput jodoh tanpa pacaran akan berhasil.

Kejadian ini udah beberapa bulan yang lalu. Suatu malam di awal musim semi banyak tamu yang dateng ke rumah buat makan malem. Beberapa gue kenal karena mereka emang keluarga orang tua asuh gue yang sering berkunjung sebelumnya. Tapi ada satu laki-laki Turki yang..ehemm lumayan bening gak gue kenal. Gue rasa umurnya 30an gitu. Makan malam berlangsung kayak biasa. Semua pada ngobrol dengan bahasa Turki yang sama sekali gak gue ngerti. Jadilah gue kayak tatakan gelas yang cuma bisa diem ngedengerin. Sialnya lagi, hari itu maag gue kambuh. Rasanya gue pengen cepet-cepet kabur dari acara makan malam itu dan ngegelung di kasur sambil selimutan.

Selesai makan malem buru-buru gue pamitan masuk kamar. Ehhh... baru sebentar gue tiduran nyokap asuh gue manggil dari dapur. Dia nyuruh gue ikut minum teh sambil ngobrol-ngobrol. Gue bilang maag gue kambuh dan pengen tiduran di kamar. Tapi dia bersikeras nyuruh gue ikut minum teh karena katanya teh anget bagus buat perut gue.

Selesai minum teh sambil ngobrol basa-basi gue masuk kamar lagi dan gak keluar-keluar sampe semua tamu pulang. Baru aja gue mau merem, tiba-tiba pintu kamar gue diketok. Nyokap asuh gue nanyain keadaan gue dan dia bilang mau ngobrol sama gue. Dia duduk di pinggir tempat tidur gue sambil senyum-senum. Wahhh... perasaan gue jadi ga enak nih!

"Rizki... kamu tau ga??" katanya semangat banget (masih dengan senyum-senyum). "Hah, apaan? Ga tau lah. Kan kamu belom ngomong." Dia makin lebar senyum-senyum. Jarang-jarang nih nyokap asuh gue senyum sampe lebar banget kayak gini. Gue jadi mulai nebak-nebak kabar gembira apa yang bakal dia sampein ke gue. Belom selesai otak gue narik kesimpulan apa hot news yang bakal disampein sama nyokap asuh gue, dia udah ngomong lagi. "Kamu bakal dilamar!!! hahahaha" kali ini dengan tanpa dosanya nyokap asuh gue ketawa ngakak sementara gue bengong blo'on.

"Gimana menurut kamu laki-laki yang ikut makan malem sama kita? Cakep ngga?"
"Gak tau cakep apa ngga. Mukanya aja aku gak inget." jawab gue asal. "Dia mau nikahin kamuuuuu!" Kali ini otak gue kayaknya beneran macet. Lah gimana bisa baru ketemu sekali terus tuh orang mau nikahin gue. Karena ngeliat muka gue yang kebingungan nyokap asuh gue buru-buru ngejelasin. Jadi ternyata laki-laki itu rekan dari kakaknya nyokap asuh gue. Dia udah kenal gue dari kakaknya nyokap asuh gue ini. Kakaknya nyokap asuh gue ini nyeritain tentang gue dan ngasi liat facebook gue ke laki-laki itu. Si laki-laki itu tertarik dan pengen ngeliat gue langsung. Makan malam dan acara minum teh itu ternyata konspirasi besar nyokap asuh gue dan kakaknya biar laki-laki itu kenal gue secara langsung.

Setelah makan malam itu si laki-laki mantap mau nikahin gue dan udah ngobrol panjang lebar sama nyokap dan bokap asuh gue. What?? Asli, gue grogi abis tapi tetap berusaha cool. Ternyata obrolan nyokap asuh gue baru intronya aja, pemirsa. Bokap asuh gue manggil gue dan akhirnya gue disidang ampe jam 12 malem di ruang tamu. Bokap asuh gue ceritain semua tentang laki-laki itu dengan sedikit kalimat-kalimat promosi. Nasehatin gue tentang takdir, jodoh dan lain-lain yang masuk kuping kiri trus mental karena otak gue masih macet saking shocknya.

Bukan shock karena mau dilamar sama laki-laki ehhmm.. kece, tapi karena gue gak nyangka aja gitu Allah tuh cepet banget memproses niat gue buat ngejemput jodoh tanpa pacaran. Akhirnya gue bilang ke bokap asuh gue kalo laki-laki itu harus istiqarah dulu selama seminggu, setelah dia istiqarah dan tetep yakin baru gue yang istiqarah selama seminggu. Bokap asuh gue setuju, dan ngerencanain pertemuan minggu depannya lagi. Bokap asuh gue juga nyranin gue siapin pertanyaan-pertanyaan yang mau gue tanyain, dan dtulis di kertas biar gak lupa. Busettt, kayak wartawan!

Besoknya nyokap asuh gue heboh dan cemas sendiri. Dari heboh nyuruh gue tampil cantik buat pertemuan berikutnya sampe heboh dan cemas ngebayangin gimana jadinya kalo gue sampe jadi nikah sama laki-laki itu. Nyokap asuh gue cemas dengan reaksi keluarga gue nanti kalo tau gue pengen dinikahin orang. Berkali-kali nyokap asuh gue nanya apa yang harus dia bilang ke keluarga gue di Indonesia kalo gue mau nikah disini. Gue kan di Jerman buat belajar, bukan buat nikah.

Jujur, gue sih gak mikir sampe sejauh itu karena semuanya belom jelas. Gue juga ga cerita ke Mama dan Ayah gue di Indonesia karena gue ngerasa semuanya belom pasti. Setelah laki-laki itu shalat istiqarah dan dia tetep yakin sama gue baru gue bakal bilang sama Mama dan Ayah gue. Saat itu gue nothing to lose aja. Gue sama sekali gak expect apa-apa. Jodoh syukur, ga jodoh nunggu lagi. hahahaha.

Selama seminggu itu setelah shalat dan baca quran doa gue bertambah satu, yaitu kalo laki-laki itu bukan yang terbaik buat gue dan gue bukan yang terbaik buat dia, gue minta sama Allah bikin dia mundur jadi gue gak perlu shalat istiqarah dan repot-repot ngejelasin semuanya ke keluarga gue di Indonesia.

Setelah seminggu, kakaknya nyokap asuh gue dateng ke rumah dan bilang kalo laki-laki itu jadi ragu. Dia ragu sama kemampuannya buat ngebahagiain gue dan masalah anak ke depannya. Dia mikir kebahagiaan gue gak murah karena dia bakal bertanggung jawab minimal setaun sekali bawa gue balik ke Indonesia nemuin keluarga gue. Belum lagi tentang anak yang bakal jadi masalah besar kalo terjadi hal yang gak diinginkan dalam pernikahan beda kewarganegaraan. Akhirny adia milih mundur.

Gue sama sekali gak kecewa dengan hal itu. Karena dari awal gue gak expect apa-apa. Semuanya gue anggap sebagai perjalanan menyenangkan dalam menunggu jodoh pilihan Allah. Gue mengikuti takdirNya dengan senang hati sambil terus berdoa dan berusaha menjadi perempuan yang baik. Karena pengalaman ini juga gue tambah yakin kalo kita pakai cara yang baik untuk dapetin apa yang kita mau, sesulit apapun keliatannya, Allah bakal kasih jalanNya. Saat gue gak mau pacaran, tiba-tiba ada yang langsung dateng mau ngelamar. Padahal selama gue hidup 24 tahun belom pernah ada yang dateng sebelumnya menghadap orang tua gue dan bilang mau nikahin gue. Semua yang dateng ke gue paling ngajakin pacaran atau paling banter ngomong ''aku bakal nikahin kamu nanti''. Gak tau deh 'nanti' kapan, mungkin 'nanti' setelah gorilla bisa berkembang biak dengan cara membelah diri...pppfffttttt.

Well, perjalanan gue menunggu jodoh belum selesai. Artinya, pasti ada artikel tentang jodoh season selanjutnya. Bersiaplaaahhhh!! :p



Cheers!



Dunningen, 24.08.2014